* Pertama : memiliki ilmu namun tidak diamalkan.
* Kedua : beramal namun tidak ikhlas dan tidak mengikuti tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
* Ketiga : memiliki harta namun enggan untuk menginfakkan. Harta tersebut tidak digunakan untuk hal yang bermanfaat di dunia dan juga tidak diutamakan untuk kepentingan akhirat.
* Keempat : hati yang kosong dari cinta dan rindu pada Allah.
* Kelima : badan yang lalai dari taat dan mengabdi pada Allah.
* Keenam : cinta yang di dalamnya tidak ada ridho dari yang dicintai dan cinta yang tidak mau patuh pada perintah-Nya.
* Ketujuh : waktu yang tidak diisi dengan kebaikan dan pendekatan diri pada Allah.
* Kedelapan : pikiran yang selalu berputar pada hal yang tidak bermanfaat.
* Kesembilan : pekerjaan yang tidak membuatmu semakin mengabdi pada Allah dan juga tidak memperbaiki urusan duniamu.
* Kesepuluh : rasa takut dan rasa harap pada makhluk yang dia sendiri berada pada genggaman Allah. Makhluk tersebut tidak dapat melepaskan bahaya dan mendatangkan manfaat pada dirinya, juga tidak dapat menghidupkan dan mematikan serta tidak dapat menghidupkan yang sudah mati.
Itulah sepuluh hal yang melalaikan dan sia-sia. Di antara sepuluh hal tersebut yang paling berbahaya dan merupakan asal muasal segala macam kelalaian adalah dua hal yaitu: hati yang selalu lalai dan waktu yang tersia-siakan .
Hati yang lalai akan membuat seseorang mengutamakan dunia daripada akhirat, sehingga dia cenderung mengikuti hawa nafsu. Sedangkan menyia-nyiakan waktu akan membuat seseorang panjang angan-angan.
Padahal segala macam kerusakan terkumpul karena mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Sedangkan segala macam kebaikan ada karena mengikuti alhuda (petunjuk) dan selalu menyiapkan diri untuk berjumpa dengan Rabb semesta alam.
Di antara tanda baiknya seorang muslim adalah ia meninggalkan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Waktunya diisi hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Sedangkan tanda orang yang tidak baik islamnya adalah sebaliknya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
Tanda Baiknya Islam Seorang Muslim
Hadits ini mengandung makna bahwa di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 288)
Tanda baiknya seorang muslim adalah dengan ia melakukan setiap kewajiban. Juga di antara tandanya adalah meninggalkan yang haram sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim (yang baik) adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40).
Jika Islam seseorang itu baik, maka sudah barang tentu ia meninggalkan pula perkara yang haram, yang syubhat dan perkata yang makruh, begitu pula berlebihan dalam hal mubah yang sebenarnya ia tidak butuh. Meninggalkan hal yang tidak bermanfaat semisal itu menunjukkan baiknya seorang muslim. Demikian perkataan Ibnu Rajab Al Hambali yang kami olah secara bebas (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1:
289).
Menjaga Lisan, Tanda Baiknya Islam Seseorang
Kata Ibnu Rajab rahimahullah, “Mayoritas perkara yang tidak bermanfaat muncul dari lisan yaitu lisan yang tidak dijaga dan sibuk dengan perkataan sia-sia” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 290).
Tentang keutamaan menjaga lisan ini diterangkan dalam ayat berikut yang menjelaskan adanya pengawasan malaikat terhadap perbuatan yang dilakukan oleh lisan ini. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal
perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di
sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 16-18).
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau buruk. Sampai pula perkataan “aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, sampai aku melihat, semuanya dicatat. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut akan dihadapkan kepada Allah” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 187).
Dalam hadits Al Husain bin ‘Ali disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat” (HR. Ahmad 1: 201. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan adanya syawahid –penguat-).
Abu Ishaq Al Khowwash berkata,
“Sesungguhnya Allah mencintai tiga hal dan membenci tiga hal.
Perkara yang dicintai adalah sedikit makan, sedikit tidur dan sedikit
bicara. Sedangkan perkara yang dibenci adalah banyak bicara, banyak
makan dan banyak tidur” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 5: 48).
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
“Siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat”
Kata Ibnu Rajab, “Benarlah kata beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291). Yang kita saksikan di tengah-tengah kita, “Talk more, do less (banyak bicara, sedikit amalan)”.
Ibnu Rajab berkata, “Jika seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, kemudian menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, maka tanda baik Islamnya telah sempurna” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 295).
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Termasuk yang Bermanfaat
Mungkin ada sebagian yang menganggap bahwa meninggalkan hal yang tidak bermanfaat berarti meninggalkan pula amar ma’ruf nahi mungkar.
Jawabnya, tidaklah demikian. Bahkan mengajak pada kebaikan dan melarang dari suatu yang mungkar termasuk hal yang bermanfaat. Karena Allah Ta’ala berfirman,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104)
(Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, 182).
Sehingga dari sini menunjukkan bahwa nasehat kepada kaum muslimin di mimbar-mimbar dan menulis risalah untuk disebar ke tengah-tengah kaum muslimin termasuk dalam hal yang bermanfaat, bahkan berbuah pahala jika didasari dengan niat yang ikhlas.
Ya Allah, berilah kami petunjuk untuk mengisi hari-hari kami dengan hal yang bermanfaat dan menjauhi hal yang tidak bermanfaat.
OLEH ; HOLAZ
Menjaga Lisan, Tanda Baiknya Islam Seseorang
Kata Ibnu Rajab rahimahullah, “Mayoritas perkara yang tidak bermanfaat muncul dari lisan yaitu lisan yang tidak dijaga dan sibuk dengan perkataan sia-sia” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 290).
Tentang keutamaan menjaga lisan ini diterangkan dalam ayat berikut yang menjelaskan adanya pengawasan malaikat terhadap perbuatan yang dilakukan oleh lisan ini. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ
أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16) إِذْ يَتَلَقَّى
الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا
يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau buruk. Sampai pula perkataan “aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, sampai aku melihat, semuanya dicatat. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut akan dihadapkan kepada Allah” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 187).
Dalam hadits Al Husain bin ‘Ali disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ قِلَّةَ الْكَلاَمِ فِيمَا لاَ يَعْنِيهِ
Abu Ishaq Al Khowwash berkata,
إن
الله يحب ثلاثة ويبغض ثلاثة ، فأما ما يحب : فقلة الأكل ، وقلة النوم ،
وقلة الكلام ، وأما ما يبغض : فكثرة الكلام ، وكثرة الأكل ، وكثرة النوم
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
من عدَّ كلامه من عمله ، قلَّ كلامُه إلا فيما يعنيه
“Siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat”
Kata Ibnu Rajab, “Benarlah kata beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291). Yang kita saksikan di tengah-tengah kita, “Talk more, do less (banyak bicara, sedikit amalan)”.
Ibnu Rajab berkata, “Jika seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, kemudian menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, maka tanda baik Islamnya telah sempurna” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 295).
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Termasuk yang Bermanfaat
Mungkin ada sebagian yang menganggap bahwa meninggalkan hal yang tidak bermanfaat berarti meninggalkan pula amar ma’ruf nahi mungkar.
Jawabnya, tidaklah demikian. Bahkan mengajak pada kebaikan dan melarang dari suatu yang mungkar termasuk hal yang bermanfaat. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sehingga dari sini menunjukkan bahwa nasehat kepada kaum muslimin di mimbar-mimbar dan menulis risalah untuk disebar ke tengah-tengah kaum muslimin termasuk dalam hal yang bermanfaat, bahkan berbuah pahala jika didasari dengan niat yang ikhlas.
Ya Allah, berilah kami petunjuk untuk mengisi hari-hari kami dengan hal yang bermanfaat dan menjauhi hal yang tidak bermanfaat.
OLEH ; HOLAZ