Pesan Rasulullah SAW Kepada Abu Dzar
Pesan Rasulullah SAW Kepada Abu Dzar
Dari Abu Dzar ra. berkata, " Kekasihku, Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam berpesan kepadaku dengan tujuh perkara,
(1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekati mereka,
Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Kepada Abu Dzar Al-Ghifari
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي بِسَبْعٍ : بِحُبِّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنِّي وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوقِيْ، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِيْ وَإِنْ جَفَانِيْ، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ، وَأَنْ لاَ أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا.
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي بِسَبْعٍ : بِحُبِّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنِّي وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوقِيْ، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِيْ وَإِنْ جَفَانِيْ، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ، وَأَنْ لاَ أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا.
Dari Abu Dzar Radhiyallahu
'anhu , ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa
sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal:
(1) supaya aku mencintai
orang-orang miskin dan dekat dengan mereka,
(2) beliau memerintahkan
aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak
melihat
kepada orang yang berada di atasku,
(3) beliau memerintahkan
agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar
kepadaku,
(4) aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan lâ haulâ walâ
quwwata illâ billâh (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan
pertolongan Allah),
(5) aku diperintah untuk mengatakan kebenaran
meskipun pahit,
(6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang
yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, dan
(7) beliau melarang aku
agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia”.
(2) menyuruh aku melihat kepada orang yg berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yg berada di atasku,
Sikap seorang muslim yang benar, hendaklah dia selalu melihat orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia. Betapa banyak orang di bawah kita berada di bawah garis kemiskinan, untuk makan sehari-hari saja mesti mencari utang sana-sini, dan masih banyak di antara mereka keadaan ekonominya jauh di bawah kita. Seharusnya seorang muslim memperhatikan petuah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini.
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata,
“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah
tujuh perkara padaku, (di antaranya): [1] Beliau memerintahkanku agar
mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, [2]
beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam
masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang
yang berada di atasku. …” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki
kelebihan harta dan bentuk (rupa) [al kholq], maka lihatlah kepada
orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar mengatakan, “Yang dimaksud dengan al khalq adalah bentuk tubuh. Juga termasuk di dalamnya adalah anak-anak, pengikut dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kenikmatan duniawi.” (Fathul Bari, 11/32)
Sikap seorang muslim yang benar, hendaklah dia selalu melihat orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia. Betapa banyak orang di bawah kita berada di bawah garis kemiskinan, untuk makan sehari-hari saja mesti mencari utang sana-sini, dan masih banyak di antara mereka keadaan ekonominya jauh di bawah kita. Seharusnya seorang muslim memperhatikan petuah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini.
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata,
أَمَرَنِي
خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ أَمَرَنِي بِحُبِّ
الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ
هُوَ دُونِي وَلَا أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا نظر أحدكم إلى من فضل عليه في المال والخلق فلينظر إلى من هو أسفل منه
Ibnu Hajar mengatakan, “Yang dimaksud dengan al khalq adalah bentuk tubuh. Juga termasuk di dalamnya adalah anak-anak, pengikut dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kenikmatan duniawi.” (Fathul Bari, 11/32)
(3) menyuruh aku menjaga silatur-rahim walaupun mereka berlaku kasar kepada ku,
Imam Ibnu Manzhur rahimahullah berkata tentang silaturahmi: “Al-Imam Ibnul-Atsir rahimahullaht berkata, ‘Silaturahmi adalah ungkapan mengenai perbuatan baik kepada karib kerabat karena hubungan senasab atau karena perkawinan, berlemah lembut kepada mereka, menyayangi mereka, memperhatikan keadaan mereka, meskipun mereka jauh dan berbuat jahat. Sedangkan memutus silaturahmi, adalah lawan dari hal itu semua’.” [1]
Dari pengertian di atas, maka silaturahmi hanya ditujukan pada orang-orang yang memiliki hubungan kerabat dengan kita, seperti kedua orang tua, kakak, adik, paman, bibi, keponakan, sepupu, dan lainnya yang memiliki hubungan kerabat dengan kita.
Sebagian besar kaum Muslimin salah dalam menggunakan kata silaturahmi. Mereka menggunakannya untuk hubungan mereka dengan rekan-rekan dan kawan-kawan mereka. Padahal silaturahmi hanyalah terbatas pada orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kita. Adapun kepada orang yang bukan kerabat, maka yang ada hanyalah ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan Islam).
Silaturahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik dengan orang yang telah berbuat baik kepada kita, namun silaturahmi yang hakiki adalah menyambung hubungan kekerabatan yang telah retak dan putus, dan berbuat baik kepada kerabat yang berbuat jahat kepada kita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِيْ إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.
"Orang yang menyambung kekerabatan bukanlah orang yang membalas kebaikan, tetapi orang yang menyambungnya adalah orang yang menyambung kekerabatannya apabila diputus".[2]
Imam Ibnu Manzhur rahimahullah berkata tentang silaturahmi: “Al-Imam Ibnul-Atsir rahimahullaht berkata, ‘Silaturahmi adalah ungkapan mengenai perbuatan baik kepada karib kerabat karena hubungan senasab atau karena perkawinan, berlemah lembut kepada mereka, menyayangi mereka, memperhatikan keadaan mereka, meskipun mereka jauh dan berbuat jahat. Sedangkan memutus silaturahmi, adalah lawan dari hal itu semua’.” [1]
Dari pengertian di atas, maka silaturahmi hanya ditujukan pada orang-orang yang memiliki hubungan kerabat dengan kita, seperti kedua orang tua, kakak, adik, paman, bibi, keponakan, sepupu, dan lainnya yang memiliki hubungan kerabat dengan kita.
Sebagian besar kaum Muslimin salah dalam menggunakan kata silaturahmi. Mereka menggunakannya untuk hubungan mereka dengan rekan-rekan dan kawan-kawan mereka. Padahal silaturahmi hanyalah terbatas pada orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kita. Adapun kepada orang yang bukan kerabat, maka yang ada hanyalah ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan Islam).
Silaturahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik dengan orang yang telah berbuat baik kepada kita, namun silaturahmi yang hakiki adalah menyambung hubungan kekerabatan yang telah retak dan putus, dan berbuat baik kepada kerabat yang berbuat jahat kepada kita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِيْ إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.
"Orang yang menyambung kekerabatan bukanlah orang yang membalas kebaikan, tetapi orang yang menyambungnya adalah orang yang menyambung kekerabatannya apabila diputus".[2]
(4) banyakkan ucapan LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH,
Rasulullah
SAW bersabda : “Siapa yang mengucapkan La Haula Wala Quwwata illa
billahi, maka ia akan menjadi ubat kepada 99 penyakit. Yang paling
ringan adalah kebimbangan”. (Hadis Riwayat Tabrani)
Hadis
ini adalah riwayat at-Tabarani dalam al-Awsath dan al-Hakim yang
berbunyi: “Man Qala La Haula wala Quwwata Illa Billahi Kana dawa’an min
tis’atin wa tis’iina da’in, aisaruha al-Hammu” dan maksudnya adalah
seperti di atas.
Intipati
hadis tersebut adalah umat Islam digalakkan untuk tabah dan berusaha
merawat penyakit asalkan mengikut peraturan agama. Penyakit yang
dimaksudkan itu ada terkandung dalam beberapa ayat al-Quran dan hadis
Rasulullah SAW.
Daripada
Anas, bahawa Rasulullah SAW berdoa dengan doa: “Allahumma innii ‘auuzhu
bika minal barashi wal junuuni wal-juzaami wa sayyi’il asqaam (yang
bermaksud: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
penyakit sopak, gila, penyakit kusta dan penyakit-penyakit yang berat).”
(Hadis Riwayat Abu Daud)
Begitu
juga hadis riwayat Abu Daud menyebut bahawa Rasulullah SAW berdoa:
“Allahuamma Inni a’uuzu bika minal hammi wal hazan, wa ‘auuzhubika minal
‘ajzhi wal kasal, wa’auuzhu bika minal Jubni wal-Bukhl, wa’uuzhubika
min ghalabatid daini wa qahrir rijaal (yang bermaksud: “Ya Allah, saya
berlindung kepada-Mu daripada penyakit gelisah dan dukacita, aku
berlindung kepada-Mu daripada penyakit lemah dan malas, aku berlindung
kepada-Mu daripada pengecut dan bakhil dan aku berlindung kepada-Mu
daripada timbunan hutang dan penindasan orang.”
Apa
yang penting pada hadis berkenaan ialah untuk menyatakan kelebihan dan
manfaat besar kepada orang yang banyak menyebut ‘La Haula Wala Quwwata
Illa Billah’. Maksudnya tiada daya dan kekuatan (untuk menolak sesuatu
kemudaratan dan mendatangkan suatu yang manfaat) selain Allah SWT.
Ucapan
itu dinamakan Hauqalah. Apabila kita ditimpa sesuatu yang kita tidak
sukai, banyakkan menyebut hauqalah. Imam a-Nawawi berkata: “La haula wa
la quwwata illa billah”, itulah kalimah yang digunakan untuk menyerah
diri dan menyatakan bahawa kita tidak mempunyai hak untuk memiliki
sesuatu urusan. Ia kalimah yang menyatakan bahawa seseorang hamba tiada
mempunyai daya upaya untuk menolak sesuatu kejahatan (kemudaratan) dan
tiada mempunyai daya kekuatan untuk mendatangkan kebaikan kepada dirinya
melainkan dengan kudrat iradat Allah SWT juga.
Dalam sebuah hadis menyebut daripada Abu Zar, beliau berkata: “Aku berjalan di belakang Rasulullah SAW, lalu Baginda
berkata kepadaku: “Wahai Abu Zar, mahukah aku tunjukkan kepada kamu
satu perbendaharaan daripada beberapa perbendaharaan syurga? Aku
berkata: Mahu ya Rasulullah. Baginda bersabda: “La Haula wala Quwwata
illa billah.”
Begitu
juga hadis daripada Abu Musa, beliau berkata: “Rasulullah SAW bersabda
kepadaku: “Mahukah aku tunjukkan salah satu perbendaharaan dari
perbendaharaan syurga? Saya menjawab: “Mahu ya Rasulullah. Kemudian
Baginda bersabda: La haula wala quwwata illa billah.”
class="Apple-style-span" style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
(5) mengatakan kebenaran walaupun pahit,
Berkatalah yang benar walau itu pahit. Kebenaran tetap diterapkan walau ada celaan dan ada yang tidak suka. Inilah prinsip yang diajarkan dalam Islam oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nasehat ini beliau sampaikan pada sahabat mulia Abu Dzarr. Dalam tulisan kali ini akan diajarkan tiga contoh penerapan bagaimana kita mesti menerapkan kebenaran meski banyak yang berkomentar.
Dari Abu Dzaar, ia berkata, “Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan tujuh hal padaku:
(1) mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka,
(2) beliau memerintah agar melihat pada orang di bawahku (dalam hal harta)
dan janganlah lihat pada orang yang berada di atasku,
(3) beliau memerintahkan padaku untuk menyambung tali silaturahim (hubungan kerabat)
walau kerabat tersebut bersikap kasar,
(4) beliau memerintahkan padaku agar tidak meminta-minta pada seorang pun,
(5) beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit,
(6) beliau memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwa di jalan Allah,
(7) beliau memerintahkan agar memperbanyak ucapan “laa hawla wa laa quwwata illa billah”
(tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), karena kalimat tersebut
termasuk simpanan di bawah ‘Arsy.” (HR. Ahmad 5: 159. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih, namun sanad hadits ini hasan karena
adanya Salaam Abul Mundzir)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin memberikan contoh mengenai hadits
“Berkata yang benar walaupun pahit” yaitu dalam hal orang awam yang biasa berkomentar sinis
atau tidak suka terhadap ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau membawakan tiga
contoh ketika menjelaskan hadits dalam Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi.
Di antara akhlak yang mulia, adalah berani dalam menyampaikan kebenaran, dan ini merupakan akhlak Salafush-Shalih. Islam mencela sifat penakut. Hal ini dapat tercermin dari perintah untuk maju ke medan perang dan tidak boleh mundur pada saat telah berhadapan dengan musuh. Disamping itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari sifat pengecut. Beliau berdoa dalam haditsnya:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan kepada umur yang paling hina (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur".[1]
Dakwah yang diberkahi Allah ini (dakwah kepada tauhid dan Sunnah) harus diperjuangkan oleh para dai, supaya tegak dan berkembang. Para dai yang menyeru kepadanya tidak boleh merasa takut. Kepada para dai yang menyeru kepada dakwah yang haq ini, jangan merasa takut apabila mendapat celaan, cobaan, penolakan, dan pertentangan. Jangan sekali-kali mundur dalam menegakkan kebenaran dan tidak mau lagi berdakwah. Dakwah mengajak manusia kepada tauhid dan Sunnah harus terus berjalan meskipun orang mencela, mencomooh, dan menolaknya.
Seorang dai tidak boleh mundur dalam berdakwah di jalan Allah dan tidak boleh takut, karena Allah yang akan menolong orang-orang yang berada di atas manhaj yang haq.
Dalam Al-Qur`ân, Allah Ta’ala menyebutkan tentang orang-orang yang menyampaikan risalah Allah, sedangkan mereka tidak takut. Allah Ta’ala berfirman:
"(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan". [al-Ahzaab/33:39].
Dan di antara ciri hamba yang dicintai Allah, adalah mereka tidak takut celaan para pencela. Allah Ta’ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Mahamengetahui.” [al-Mâidah/5:54].
(7) jangan meminta sesuatu apa pun dari manusia”. (HR Imam Ahmad)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh bersabda,”Seseorang yang meminta-minta harta orang lain untuk memperkaya diri sama dengan meminta bara api. Oleh sebab itu, hendaklah ia menyedikitkannya atau memperbanyakkannya.
Abu dawud meriwayatkan Sahl bin al-Hanzhaliyah, Nabi saw, bersabda,”Orang yang meminta-minta sedang dia punya sesuatu yang membuatnya kaya, maka dia benar-benar mendekatkan jalan ke neraka.” Seseorang bertanya,”Ya Rasulullah, apa sesuatu yang membuatnya kaya?” Beliau menjawab,”Seukuran makanan yang makannya di sore hari dan pagi hari”
Abdullah bin mas’ud berkata : Rasulullah saw bersabda,”Batangsiapa meminta-inta kepada orang lain ketika ia kaya, akan datang pada hari kiamat dengan muka yang penuh cakaran.” Seseorang bertanya,”Ya Rasulullah, apa maksud kaya? Beliau menjawab,”Lima puluh dirham atau emas yang sama dengannya
Abu bakar bin Atsram mengatakan : Ahmad bin Hambal telah ditanya kapan seseorang diperbolehkan meminta-minta. Maka beliau menjawab,”Jika dia tidak punya sesuatu untuk makan sore dan pagi hari,” Pendapatnya ini didasarkan pada hadist Shal bin al-Hanzhilah. Beliau ditanya lagi, ”Jika ia terpaksa meminta? Dia menjawab,”Bila terpaksa, ia diperbolehkan meminta.”
Beliau ditanya lagi,”Jika ia memelihara kehormatan dirinya?” Dia menjawab,”itu lebih baik untuknya. Allah akan mendatangkan rezekinya.” Lalu beliau melanjutkan, ”Menurutku, tak ada orang yang mati karena lapar. Karena Allah akan mendatangkan rezekinya.” Kemudian beliau menyeburkan haids Abu Sa’id al-Khudri ra,”Orang yang memelihara kehormatan dirinya pasti akan diperlihara kehormatannya oleh Allah”Serta hadist Abu Dzar ra, Nabi saw berkata kepadanya,”Jagalah kehormatanmu.”
Imam muslim mentakhrijkan dari Ibnu Umar ra : Nabi saw bersabda,”Meminta-minta terus menerus dilakukan salah seorang dari kamu hingga ia menemui Allah dengan muka yang tidak menyisakan sepotong pun daging.”
Abu dawud mentakhirj dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah saw bersabda,”Siapa saja yang tertimpa kemiskinan lalu mengadukannya kepada manusia, maka kemiskinananya tidak akan terobati untuk selama-lamanya dan siapa saja yang mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan memberinya kekayaan atau dia akan mati segera
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dari Rasulullah,”Siapa saja yang tertimpa kemiskinan lalu mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan segera memberinya kekayaan, bisa jadi didunia dan bisa jadi diakherat
Ibrahim bin Adham mengatakan,”Meminta sesuatu kepada manusia adalah penghalang dirimu dengan Allah. Oleh sebab itu, adukan kebutuhamu kepada Dzat yang menguasai bahaya dan manfaat serta jadikan Allah sebagai sandaranmu, ketika itulah Dia akan mencukupimu dari selain diri-Nya dan kamu akan hidup bahagia.”
Allah Ta’ala berfirman : Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya” (Qs. An-Nisa : 32)
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dari Rasulullah,”Siapa yang tertimpa kemiskinan lalu mengadakukannya kepada Allah, maka Allah akan segera memberinya kekayaan, bisa jadi didunia dan bisa jadi diakhirat.
Abu dawud mentakhrij dari Ibnu Mas’ud bersabda, ”Siapa saja yang tertimpa kemiskinan lalu mengadukannya kepada manusia, maka kemiskinananya tidak akan terobati untuk selama-lamanya dan siapa saja yang mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan memberinya kekayaan atau dia akan mati segera.
Fudhail bin Iyadh berkat,”Manusia yang paling dicintai manuisa adalah manusia yang tidak membutuhkan manusia dan tidak meminta apa pun kepada mereka dan manusia yang paling dibenci manusia adalah manusia yang membutuhkan manusia. Sedangkan manusia yang paling dicintai Allah adalah manusia yang membutuhkan Allah dan meminta sesuatu kepada Allah, dan manusia yang paling dibenci Allah dan tidak meminta sesuatu kepada-Nya
Ibrahim bin Adham mengatakan,”Meminta sesuatu kepada manusia adalah penghalang antara dirimu dengan Allah. Oleh sebab itu, adukan kebutuhanmu kepada Dzat yang menguasai bahaya dan manfaat serta jadikan Allah sebagai sandaranmu, ketika itulah Dia akan mencukupimu dan selain diri-Nya dan kamu hidup akan hidup bahagia
Hammam berkata : Luqman berpesan kepada anaknya,”Anakku, jika kamu butuh sesuatu kembalilah hanya kepada Tuhanmu lalu berdolah dan rendahkanlah dirimu kepada-Nya serta mintalah Dia untuk memberikan sebagian karunia-Nya dan perbendaharaan harta-Nya, karena tak ada yang memilikinya selain Dia, dan jangan meminta kepada manusia, karena kamu akan menajadi hina di hadapan mareka dan mereka tidak memberimu apa-apa
Sa’id bin al-Ash berpesan kepada anaknya,”Anakku, Allah tidak melarang orang yang menerima pemberian jika dia tidak didahului oleh permintaan. Namun jika kamu mendatangi orang lain, untuk meminta sesuatu, pasti kamu akan merasakan kehinaan ada dimukamu dan kamu akan terlihat ragu apakah kamu akan diberi atau tidak. Demi Allah, kalau kamu menebusnya dengan seluruh hartamu tentu dia tidak akan mencukupi
Asma bin Kharijah mengatakan,”Apabila seseroang telah menjual mukanya, maka aku melihat apapun di dunia, meskipun ia banyak dan besar, tidak bisa menjadi penggati penjualan mukanya itu
Abul jald bercerita : Kami punya seorang tetangga yang terlihat miskin. Kami menasihatinya, ”Alangkah baiknya jika Anda melakukan sesuatu meminta sesuatu! Dia menjawab,”Abul Jald, kamu mengatakan perkataan ini?! Orang yang mengenal Tuhannya dan tidak merasa cukup dengan-Nya pasti Allah tidak akan membuatnya kaya
UMRAN BIN Husain ra berkata,”Rasulullah bersabda ,”Barangsiapa berkosentrasi kepada Allah, Allah akan mencukupi seluruh kebutuhannya dan memberinya rezeki dari sumber yang tidak diduganya dan barangsiapa berkosentrasi kepada dunia, Allah akan menyerahkannya kepadanya
Al-Asyri bercerita : Musa as berkata dalam munjatanya, ”Tuhanku, jika Engkau membuatku membutuhkan sesuatu lalu aku malu untuk memintanya kepada-Mu, apakah aku boleh meminta kepada selain-Mu, apakah aku boleh meminta kepada selain-Mu?” Maka Allah mewahyukan kepadanya,”Jangan meminta kepada selain-Ku, tapi mintalah kepada-Ku sekalipun tentang garam adonanmu dan makanan binatang piaraanmu.”
Daripada
Ibnu Mas’ud beliau berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Wahai Muaz,
adakah kamu tahu tafsir (maksud) La haula wala quwwata illa billah? Muaz
menjawab: Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. Rasulullah SAW
bersabda: La haula (tiada daya) dari menghindari maksiat kepada Allah
melainkan dengan kekuatan Allah, wala quwwata (tiada kekuatan) atas
mentaati Allah melainkan dengan pertolongan Allah SWT. Kemudian
Rasulullah SAW menepuk bahu Muaz dan Baginda bersabda: “Demikianlah yang
diberitahu oleh kekasihku Jibril daripada Tuhan.”
Sebenarnya
apabila kita banyak menyebut Allah SWT atau berzikir mengingati-Nya
sebanyak-banyaknya, ia mampu menjadi penyembuh, tetapi sekiranya kita
banyak ingat kepada manusia ia boleh menjadi penyakit.
(5) mengatakan kebenaran walaupun pahit,
Berkatalah yang benar walau itu pahit. Kebenaran tetap diterapkan walau ada celaan dan ada yang tidak suka. Inilah prinsip yang diajarkan dalam Islam oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nasehat ini beliau sampaikan pada sahabat mulia Abu Dzarr. Dalam tulisan kali ini akan diajarkan tiga contoh penerapan bagaimana kita mesti menerapkan kebenaran meski banyak yang berkomentar.
عَنْ
أَبِى ذَرٍّ قَالَ أَمَرَنِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- بِسَبْعٍ
أَمَرَنِى بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِى أَنْ
أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِى وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِى
وَأَمَرَنِى أَنْ أَصِلَ الرَّحِمَ وَإِنْ أَدْبَرَتْ وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ
أَسْأَلَ أَحَداً شَيْئاً وَأَمَرَنِى أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ
كَانَ مُرًّا وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ أَخَافَ فِى اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ
وَأَمَرَنِى أَنْ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ
بِاللَّهِ فَإِنَّهُنَّ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ
(1) mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka,
(2) beliau memerintah agar melihat pada orang di bawahku (dalam hal harta)
dan janganlah lihat pada orang yang berada di atasku,
(3) beliau memerintahkan padaku untuk menyambung tali silaturahim (hubungan kerabat)
walau kerabat tersebut bersikap kasar,
(4) beliau memerintahkan padaku agar tidak meminta-minta pada seorang pun,
(5) beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit,
(6) beliau memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwa di jalan Allah,
(7) beliau memerintahkan agar memperbanyak ucapan “laa hawla wa laa quwwata illa billah”
(tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), karena kalimat tersebut
termasuk simpanan di bawah ‘Arsy.” (HR. Ahmad 5: 159. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih, namun sanad hadits ini hasan karena
adanya Salaam Abul Mundzir)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin memberikan contoh mengenai hadits
“Berkata yang benar walaupun pahit” yaitu dalam hal orang awam yang biasa berkomentar sinis
atau tidak suka terhadap ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau membawakan tiga
contoh ketika menjelaskan hadits dalam Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi.
(6) jangan takut celaan orang ketika berdakwah, dan
Dalam berdakwah di jalan Allah Ta’ala,
banyak orang yang menolak, mencela, dan lainnya. Hati yang sakit pada
umumnya menolak kebenaran yang disampaikan. Ketika kebenaran itu kita
sampaikan dan mereka mencela, maka kita diperintahkan untuk terus
menyampaikan dakwah yang haq dengan ilmu, lemah lembut, dan sabar. Di antara akhlak yang mulia, adalah berani dalam menyampaikan kebenaran, dan ini merupakan akhlak Salafush-Shalih. Islam mencela sifat penakut. Hal ini dapat tercermin dari perintah untuk maju ke medan perang dan tidak boleh mundur pada saat telah berhadapan dengan musuh. Disamping itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari sifat pengecut. Beliau berdoa dalam haditsnya:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan kepada umur yang paling hina (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur".[1]
Dakwah yang diberkahi Allah ini (dakwah kepada tauhid dan Sunnah) harus diperjuangkan oleh para dai, supaya tegak dan berkembang. Para dai yang menyeru kepadanya tidak boleh merasa takut. Kepada para dai yang menyeru kepada dakwah yang haq ini, jangan merasa takut apabila mendapat celaan, cobaan, penolakan, dan pertentangan. Jangan sekali-kali mundur dalam menegakkan kebenaran dan tidak mau lagi berdakwah. Dakwah mengajak manusia kepada tauhid dan Sunnah harus terus berjalan meskipun orang mencela, mencomooh, dan menolaknya.
Seorang dai tidak boleh mundur dalam berdakwah di jalan Allah dan tidak boleh takut, karena Allah yang akan menolong orang-orang yang berada di atas manhaj yang haq.
Dalam Al-Qur`ân, Allah Ta’ala menyebutkan tentang orang-orang yang menyampaikan risalah Allah, sedangkan mereka tidak takut. Allah Ta’ala berfirman:
"(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan". [al-Ahzaab/33:39].
Dan di antara ciri hamba yang dicintai Allah, adalah mereka tidak takut celaan para pencela. Allah Ta’ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Mahamengetahui.” [al-Mâidah/5:54].
(7) jangan meminta sesuatu apa pun dari manusia”. (HR Imam Ahmad)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh bersabda,”Seseorang yang meminta-minta harta orang lain untuk memperkaya diri sama dengan meminta bara api. Oleh sebab itu, hendaklah ia menyedikitkannya atau memperbanyakkannya.
Abu dawud meriwayatkan Sahl bin al-Hanzhaliyah, Nabi saw, bersabda,”Orang yang meminta-minta sedang dia punya sesuatu yang membuatnya kaya, maka dia benar-benar mendekatkan jalan ke neraka.” Seseorang bertanya,”Ya Rasulullah, apa sesuatu yang membuatnya kaya?” Beliau menjawab,”Seukuran makanan yang makannya di sore hari dan pagi hari”
Abdullah bin mas’ud berkata : Rasulullah saw bersabda,”Batangsiapa meminta-inta kepada orang lain ketika ia kaya, akan datang pada hari kiamat dengan muka yang penuh cakaran.” Seseorang bertanya,”Ya Rasulullah, apa maksud kaya? Beliau menjawab,”Lima puluh dirham atau emas yang sama dengannya
Abu bakar bin Atsram mengatakan : Ahmad bin Hambal telah ditanya kapan seseorang diperbolehkan meminta-minta. Maka beliau menjawab,”Jika dia tidak punya sesuatu untuk makan sore dan pagi hari,” Pendapatnya ini didasarkan pada hadist Shal bin al-Hanzhilah. Beliau ditanya lagi, ”Jika ia terpaksa meminta? Dia menjawab,”Bila terpaksa, ia diperbolehkan meminta.”
Beliau ditanya lagi,”Jika ia memelihara kehormatan dirinya?” Dia menjawab,”itu lebih baik untuknya. Allah akan mendatangkan rezekinya.” Lalu beliau melanjutkan, ”Menurutku, tak ada orang yang mati karena lapar. Karena Allah akan mendatangkan rezekinya.” Kemudian beliau menyeburkan haids Abu Sa’id al-Khudri ra,”Orang yang memelihara kehormatan dirinya pasti akan diperlihara kehormatannya oleh Allah”Serta hadist Abu Dzar ra, Nabi saw berkata kepadanya,”Jagalah kehormatanmu.”
Imam muslim mentakhrijkan dari Ibnu Umar ra : Nabi saw bersabda,”Meminta-minta terus menerus dilakukan salah seorang dari kamu hingga ia menemui Allah dengan muka yang tidak menyisakan sepotong pun daging.”
Abu dawud mentakhirj dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah saw bersabda,”Siapa saja yang tertimpa kemiskinan lalu mengadukannya kepada manusia, maka kemiskinananya tidak akan terobati untuk selama-lamanya dan siapa saja yang mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan memberinya kekayaan atau dia akan mati segera
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dari Rasulullah,”Siapa saja yang tertimpa kemiskinan lalu mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan segera memberinya kekayaan, bisa jadi didunia dan bisa jadi diakherat
Ibrahim bin Adham mengatakan,”Meminta sesuatu kepada manusia adalah penghalang dirimu dengan Allah. Oleh sebab itu, adukan kebutuhamu kepada Dzat yang menguasai bahaya dan manfaat serta jadikan Allah sebagai sandaranmu, ketika itulah Dia akan mencukupimu dari selain diri-Nya dan kamu akan hidup bahagia.”
Allah Ta’ala berfirman : Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya” (Qs. An-Nisa : 32)
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dari Rasulullah,”Siapa yang tertimpa kemiskinan lalu mengadakukannya kepada Allah, maka Allah akan segera memberinya kekayaan, bisa jadi didunia dan bisa jadi diakhirat.
Abu dawud mentakhrij dari Ibnu Mas’ud bersabda, ”Siapa saja yang tertimpa kemiskinan lalu mengadukannya kepada manusia, maka kemiskinananya tidak akan terobati untuk selama-lamanya dan siapa saja yang mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan memberinya kekayaan atau dia akan mati segera.
Fudhail bin Iyadh berkat,”Manusia yang paling dicintai manuisa adalah manusia yang tidak membutuhkan manusia dan tidak meminta apa pun kepada mereka dan manusia yang paling dibenci manusia adalah manusia yang membutuhkan manusia. Sedangkan manusia yang paling dicintai Allah adalah manusia yang membutuhkan Allah dan meminta sesuatu kepada Allah, dan manusia yang paling dibenci Allah dan tidak meminta sesuatu kepada-Nya
Ibrahim bin Adham mengatakan,”Meminta sesuatu kepada manusia adalah penghalang antara dirimu dengan Allah. Oleh sebab itu, adukan kebutuhanmu kepada Dzat yang menguasai bahaya dan manfaat serta jadikan Allah sebagai sandaranmu, ketika itulah Dia akan mencukupimu dan selain diri-Nya dan kamu hidup akan hidup bahagia
Hammam berkata : Luqman berpesan kepada anaknya,”Anakku, jika kamu butuh sesuatu kembalilah hanya kepada Tuhanmu lalu berdolah dan rendahkanlah dirimu kepada-Nya serta mintalah Dia untuk memberikan sebagian karunia-Nya dan perbendaharaan harta-Nya, karena tak ada yang memilikinya selain Dia, dan jangan meminta kepada manusia, karena kamu akan menajadi hina di hadapan mareka dan mereka tidak memberimu apa-apa
Sa’id bin al-Ash berpesan kepada anaknya,”Anakku, Allah tidak melarang orang yang menerima pemberian jika dia tidak didahului oleh permintaan. Namun jika kamu mendatangi orang lain, untuk meminta sesuatu, pasti kamu akan merasakan kehinaan ada dimukamu dan kamu akan terlihat ragu apakah kamu akan diberi atau tidak. Demi Allah, kalau kamu menebusnya dengan seluruh hartamu tentu dia tidak akan mencukupi
Asma bin Kharijah mengatakan,”Apabila seseroang telah menjual mukanya, maka aku melihat apapun di dunia, meskipun ia banyak dan besar, tidak bisa menjadi penggati penjualan mukanya itu
Abul jald bercerita : Kami punya seorang tetangga yang terlihat miskin. Kami menasihatinya, ”Alangkah baiknya jika Anda melakukan sesuatu meminta sesuatu! Dia menjawab,”Abul Jald, kamu mengatakan perkataan ini?! Orang yang mengenal Tuhannya dan tidak merasa cukup dengan-Nya pasti Allah tidak akan membuatnya kaya
UMRAN BIN Husain ra berkata,”Rasulullah bersabda ,”Barangsiapa berkosentrasi kepada Allah, Allah akan mencukupi seluruh kebutuhannya dan memberinya rezeki dari sumber yang tidak diduganya dan barangsiapa berkosentrasi kepada dunia, Allah akan menyerahkannya kepadanya
Al-Asyri bercerita : Musa as berkata dalam munjatanya, ”Tuhanku, jika Engkau membuatku membutuhkan sesuatu lalu aku malu untuk memintanya kepada-Mu, apakah aku boleh meminta kepada selain-Mu, apakah aku boleh meminta kepada selain-Mu?” Maka Allah mewahyukan kepadanya,”Jangan meminta kepada selain-Ku, tapi mintalah kepada-Ku sekalipun tentang garam adonanmu dan makanan binatang piaraanmu.”