Kencing atau bahasa halusnya buang air seni
ini sudah bukan suatu hal yang asing lagi bagi umat manusia. Setiap
manusia melakukan aktivitas ini untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
tubuh (mengeluarkan kotoran tubuh). Dalam melakukan aktivitas inipun
kita dituntut melakukannya dengan benar dan sesuai aturan.
- Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ”anha, di mana beliau berkata,“Siapa yang bilang bahwa Rasulullah SAW kencing sambil berdiri, jangan dibenarkan. Beliau tidak pernah kencing sambil berdiri.”
- Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW tidak pernah kencing sambil berdiri semenjak diturunkan kepadanya Al-Quran.
Secara agama, kebanyakan orang yang biasanya kencing berdiri kemudian mereka akan mendirikan shalat, ketika akan ruku’ atau sujud maka terasa ada sesuatu yang keluar dari kemaluannya, itulah sisa air kencing yang tidak habis terpencar ketika kencing sambil berdiri, apabila hal ini terjadi maka shalat yang dikerjakannya tidak sah karena air kencing adalah najis dan salah satu syarat sahnya shalat adalah suci dari hadats kecil maupun hadats besar.
Umumnya kita memandang ringan terhadap cara dan tempat buang air, mungkin karena pertimbangan waktu atau situasi dan kondisi yang mengharuskan (terpaksa) untuk kencing berdiri tanpa menyangka keburukannya dari sisi sunnah dan kesehatan. Orang dulu mempunyai budaya melarang anak kencing berdiri sehingga kita sering mendengar pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, karena memang terdapat efek negatif dari kencing berdiri.
Kebiasaan orang kencing berdiri akan mudah lemah bathin, karena sisa-sisa air dalam pundit-pundi yang tidak habis terpancar menjadikan kelenjar otot-otot dan urat halus sekitar zakar menjadi lembek dan kendur.
Berbeda dengan buang air jongkok, dalam keadaan bertinggung tulang paha di kiri dan kanan merenggangkan himpitan buah zakar. Ini memudahkan air kencing mudah mengalir habis dan memudahkan untuk menekan pangkal buah zakar sambil berdehem-dehem. Dengan cara ini, air kencing akan keluar hingga habis, malahan dengan cara ini kekuatan sekitar otot zakar terpelihara.
Ketika buang air kencing berdiri ada rasa tidak puas, karena masih ada sisa air dalam kantong dan telur zakar di bawah batang zakar. Ia berkemungkinan besar menyebabkan kencing batu. Kenyataan membuktikan bahwa batu karang yang berada dalam ginjal atau kantong seni dan telur zakar adalah disebabkan oleh sisa-sisa air kencing yang tak habis terpencar. Endapan demi endapan akhirnya mengkristal/mengeras seperti batu karang.
Jika anda biasa meneliti sisa air kencing yang tak dibersihkan dalam kamar mandi, anda bayangkan betapa keras kerak-keraknya. Bagaimana jika itu ada di kantong kemaluan Anda?? Hal ini juga merupakan salah satu yang menyebabkan penyakit lemah syahwat pada pria selain dari penyebab kencing batu.
- Sesungguhnya banyak siksa kubur dikarenakan kencing maka
bersihkanlah dirimu dari (percikan dan bekas) kencing. (HR. Al Bazzaar
dan Ath-Thahawi)
- Hadis riwayat Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah saw. pernah
melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda: Ingat, sesungguhnya dua
mayit ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu
disiksa karena ia dahulu suka mengadu domba, sedang yang lainnya disiksa
karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya.
Kemudian beliau meminta pelepah daun kurma dan dipotongnya menjadi dua. Setelah itu beliau menancapkan salah satunya pada sebuah kuburan dan yang satunya lagi pada kuburan yang lain seraya bersabda: Semoga pelepah itu dapat meringankan siksanya, selama belum kering. (Shahih Muslim No.439)
Sehingga Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam sering mengingatkan dalam sabdanya: “Hati-hatilah dalam masalah kencing karena kebanyakan siksa kubur dikarenakan tidak berhati-hati dalam kencing”.
Maka ada baiknya kita belajar adab-adab dan sunnah-sunnah di kamar mandi (WC) berikut agar kita banyak mendapatkan manfaat baik di dunia (kesehatan) maupun di akhirat (agama) yang telah diajarkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam.
Tambahan:
- Buang air jongkok (tidak berdiri jika tidak terpaksa/darurat). Agar
kotoran bisa keluar tuntas sehingga tidak menjadi penyebab kencing batu
maupun lemah syahwat.
- Menggunakan alas kaki. Menurut penelitian di Amerika di dalam kamar
mandi/WC ada sejenis virus dengan type Americanus yang masuk lewat
telapak kaki orang yang ada di WC tersebut. Dengan proses waktu yang
panjang virus tersebut naik ke atas tubuh dan ke kepala merusak jaringan
otak yang menyebabkna otak lemah tak mampu lagi mengingat, blank semua
memori otak sehingga pikun. Sandal hendaknya diletakkan di luar WC,
jangan di dalam WC, karena semakin kotor, lembab dan tak mengenai
sasaran kebesihan.
- Masuk kamar mandi/WC dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan. Inilah sunnah yang diperintahkan oleh Nabi, dan juga disunnahkan untuk membaca doa sebelum masuk kamar mandi (doa dibaca di luar kamar mandi) dan setelah keluar
dari kamar mandi. Berbeda jika kita masuk
masjid dan rumah, masuk masjid atau rumah dengan kaki kanan dan keluar
dengan kaki kiri.
Beristinja’ dengan air dan dengan tangan kiri.
Beristinja’ (bersuci dan membersihkan kotoran) dengan air, bukan
dengan tissue atau lainnya kecuali jika tidak ditemukan air ketika
dihutan, padang pasir dsb. Boleh gunakan tissue tapi harus dibilas lagi
dengan air setelahnya. Syarat kebersihan dan kesucian dari najis menurut
syariat adalah hilang warna, hilang bau, dan hilang rasa dari najis
tersebut. Beristinja’ juga disunnahkan dengan tangan kiri, inilah
pembagian tugas dari tangan, bagaimana tangan kiri untuk urusan
‘belakang’ sedangkan untuk makan & minum disunnahkan dengan tangan
kanan, jangan dicampuradukkaan, tangan yang untuk urusan belakang itu
juga untuk makan. Dan Nabi melarang makan & minum dengan tangan
kiri.
Jangan merancang/merencanakan sesuatu di WC. Nabi sangat melarang
merencanakan atau membuat suatu rencana/ide/inspirasi di dalam WC,
karena WC adalah markaznya syetan sebagaimana doa kita ketika hendak
masuk WC: “Allahumma inni a’udzubika minal khubutsi wal khabaits”, Yaa
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari godaan syetan laki-laki maupun
perempuan”.
Karena dikhawatirkan rencana/ide/inspirasi yang didapat berasal dari bisikan syetan yang kelihatannya baik tapi setelah dijalankan ternyata banyak mudharat/keburukannya. Begitu juga setelah keluar WC, baca istighfar dan doa keluar WC. Secara adab dan budaya pun sangat tidak baik, masa sambil buang kotoran mencari ide/inspirasi atau merencanakan sesuatu yang baik apalagi sesuatu itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Disunnahkan juga untuk menyegerakan keluar WC apabila hajat sudah selesai, bukan malah bernyanyi-nyanyi apalagi sambil baca buku atau Koran.
Ketika buang air dilarang menghadap atau membelakangi qiblat,
apabila lubang WC menghadap qiblat hendaknnya ketika buang air badan
agak diserongkan sedikit
Apabila sunnah diamalkan walaupun dalam kamar mandi maka kita ini
juga namanya ibadah. Betapa sayangnya setiap hari kita ke kamar mandi
beberapa kali tapi tidak mendapatkan pahala ibadah dengan menghidupkan
sunnah. Padahal salah satu maksud dan tujuan manusia diciptakan adalah
untuk ibadah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
berdiri atau duduk” [Bab al-Baul Qoo'iman Wa Qoo'idan]
Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah mendatangi tempat pembuangan suatu kaum lalu beliau buang air kecil sambil berdiri. Kemudian beliau meminta air lalu kubawakan air dan beliau berwudhu’.
(Diriwayatkan Bukhari di dalam Shahih-nya dari jalan Syu’bah dari al-A’masy dari Abu Wa’il dari Hudzaifah; dan diriwayatkan Muslim dari jalan Abu Khaitsamah dari al-A’masy). Faidah :
1. Ini adalah kebiasaan masyarakat Arab terdahulu dimana mereka kencing sambil berdiri yang disetujui oleh Islam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah buang air kecil sambil berdiri, hal ini menunjukkan akan kebolehannya dan keringanan di dalamnya.
2. Sebagian ulama menolak mengamalkan hadits Hudzaifah dengan anggapan hadits tersebut mansukh (hukumnya dihapus). Pendapat ini keliru.
3. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Baari: Yang benar bahwa hadits ini tidak mansukh. Jawaban thd hadits Aisyah bahwa beliau menolak hal ini (kencing berdiri) adalah bersandar pada pengetahuan beliau terhadap perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam rumah. Adapun di luar rumah, maka beliau tidak mengetahuinya. Hudzaifah menghafalnya sedangkan beliau termasuk kalangan sahabat yang senior. Kami juga telah menjelaskan bahwa kejadian (hadits buang air kecil berdiri) tersebut terjadi di Madinah, sehingga sudah mengandung bantahan terhadap yang menafikannya dan beranggapan bahwa kejadian tersebut terjadi sebelum turunnya al-Qur’an.
Telah valid pula riwayat dari ‘Umar, ‘Ali dan Zaid bin Tsabit serta selain mereka bahwa mereka pernah buang air kecil sambil berdiri. Hal ini menunjukkan akan status kebolehannya dan tidak dibenci (makruh) selama aman dari cipratan kencing. Wallohu a’lam.
4. Tidak ada satupun riwayat yang valid dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang melarang kencing sambil berdiri.
5. Sejumlah ulama berpendapat bahwa Nabi buang air sambil berdiri adalah dikarenakan telapak lututnya yang terluka (sehingga tidak bisa duduk, pent) dan terdapat hadits yang menunjukkan hal ini namun tidak shahih. Sebagian ulama lagi berpendapat bahwa Nabi buang air sambil berdiri adalah dikarenakan tidak ada tempat untuk duduk.
5. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Baari : “Yang paling benar dari pendapat ini adalah bahwa Nabi buang air sambil berdiri menjelaskan akan kebolehannya walaupun paling sering keadaan beliau ketika buang air kecil adalah dengan duduk.”
6. Adapun ucapan Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melihatku kencing sambil berdiri lalu beliau berkata, “Wahai Umar, jangan kencing berdiri.” Kemudian saya tidak pernah lagi kencing sambil berdiri.” Hadits ini telah disepakati akan dhaif-nya.
7. Tidak ada hadits marfu’ yang shahih yang melarang kencing sambil berdiri. Yang shahih yang membolehkannya.
8. Badrudin Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad al-Aini berkata di dalam kitabnya “Umdatul Qaari’ Syarh Shahih al-Bukhari” : “Di dalam (hadits ini) boleh kencing sambil berdiri, apalagi duduk maka lebih boleh lagi karena lebih memungkinkan.”
9. Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini dan sejumlah ulama membolehkannya. Ibnu Mundzir berkata : “telah valid riwayat bahwa ‘Umar dan putranya (Ibnu ‘Umar), Zaid bin Tsabit dan Sahl bin Sa’d bahwa mereka buang air kecil sambil berdiri.” Hal ini juga diperbolehkan oleh Said bin al–Musayyib, Urwah, Muhammad bin Sirin, Zaid bin al-Asham, Ubaidah as-Silmani, an-Nakho’i, Al-Hakim, asy-Sya’bi, Ahmad, dll.
10. Malik berkata : Apabila tempat nya tidak memungkinkan kecuali dengan berdiri maka tidak mengapa kencing berdiri, jika tidak maka makruh hukumnya. Sejumlah ulama berpendapat bahwa kencing berdiri makruh kecuali dengan udzur (alasan). Makruh di sini bermakna tanzih bukan tahrim. Karena itulah ada riwayat dari Anas, Ali bin Abi Thalib dan Abu Hurairoh Radhiyallahu ‘anhum tentang kencing berdiri. Namun Ibnu Mas’ud dan Ibrahim bin Sa’d memakruhkannya. Bahkan Ibrahim tidak memperbolehkan kesaksian seorang yang kencing berdiri.
Ibnul Mundzir berkata: kencing dengan duduk lebih kusukai, walau berdiri tidak mengapa. Semua ini valid datangnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Karena dikhawatirkan rencana/ide/inspirasi yang didapat berasal dari bisikan syetan yang kelihatannya baik tapi setelah dijalankan ternyata banyak mudharat/keburukannya. Begitu juga setelah keluar WC, baca istighfar dan doa keluar WC. Secara adab dan budaya pun sangat tidak baik, masa sambil buang kotoran mencari ide/inspirasi atau merencanakan sesuatu yang baik apalagi sesuatu itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Disunnahkan juga untuk menyegerakan keluar WC apabila hajat sudah selesai, bukan malah bernyanyi-nyanyi apalagi sambil baca buku atau Koran.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
berdiri atau duduk” [Bab al-Baul Qoo'iman Wa Qoo'idan]
Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah mendatangi tempat pembuangan suatu kaum lalu beliau buang air kecil sambil berdiri. Kemudian beliau meminta air lalu kubawakan air dan beliau berwudhu’.
(Diriwayatkan Bukhari di dalam Shahih-nya dari jalan Syu’bah dari al-A’masy dari Abu Wa’il dari Hudzaifah; dan diriwayatkan Muslim dari jalan Abu Khaitsamah dari al-A’masy). Faidah :
1. Ini adalah kebiasaan masyarakat Arab terdahulu dimana mereka kencing sambil berdiri yang disetujui oleh Islam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah buang air kecil sambil berdiri, hal ini menunjukkan akan kebolehannya dan keringanan di dalamnya.
2. Sebagian ulama menolak mengamalkan hadits Hudzaifah dengan anggapan hadits tersebut mansukh (hukumnya dihapus). Pendapat ini keliru.
3. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Baari: Yang benar bahwa hadits ini tidak mansukh. Jawaban thd hadits Aisyah bahwa beliau menolak hal ini (kencing berdiri) adalah bersandar pada pengetahuan beliau terhadap perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam rumah. Adapun di luar rumah, maka beliau tidak mengetahuinya. Hudzaifah menghafalnya sedangkan beliau termasuk kalangan sahabat yang senior. Kami juga telah menjelaskan bahwa kejadian (hadits buang air kecil berdiri) tersebut terjadi di Madinah, sehingga sudah mengandung bantahan terhadap yang menafikannya dan beranggapan bahwa kejadian tersebut terjadi sebelum turunnya al-Qur’an.
Telah valid pula riwayat dari ‘Umar, ‘Ali dan Zaid bin Tsabit serta selain mereka bahwa mereka pernah buang air kecil sambil berdiri. Hal ini menunjukkan akan status kebolehannya dan tidak dibenci (makruh) selama aman dari cipratan kencing. Wallohu a’lam.
4. Tidak ada satupun riwayat yang valid dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang melarang kencing sambil berdiri.
5. Sejumlah ulama berpendapat bahwa Nabi buang air sambil berdiri adalah dikarenakan telapak lututnya yang terluka (sehingga tidak bisa duduk, pent) dan terdapat hadits yang menunjukkan hal ini namun tidak shahih. Sebagian ulama lagi berpendapat bahwa Nabi buang air sambil berdiri adalah dikarenakan tidak ada tempat untuk duduk.
5. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Baari : “Yang paling benar dari pendapat ini adalah bahwa Nabi buang air sambil berdiri menjelaskan akan kebolehannya walaupun paling sering keadaan beliau ketika buang air kecil adalah dengan duduk.”
6. Adapun ucapan Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melihatku kencing sambil berdiri lalu beliau berkata, “Wahai Umar, jangan kencing berdiri.” Kemudian saya tidak pernah lagi kencing sambil berdiri.” Hadits ini telah disepakati akan dhaif-nya.
7. Tidak ada hadits marfu’ yang shahih yang melarang kencing sambil berdiri. Yang shahih yang membolehkannya.
8. Badrudin Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad al-Aini berkata di dalam kitabnya “Umdatul Qaari’ Syarh Shahih al-Bukhari” : “Di dalam (hadits ini) boleh kencing sambil berdiri, apalagi duduk maka lebih boleh lagi karena lebih memungkinkan.”
9. Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini dan sejumlah ulama membolehkannya. Ibnu Mundzir berkata : “telah valid riwayat bahwa ‘Umar dan putranya (Ibnu ‘Umar), Zaid bin Tsabit dan Sahl bin Sa’d bahwa mereka buang air kecil sambil berdiri.” Hal ini juga diperbolehkan oleh Said bin al–Musayyib, Urwah, Muhammad bin Sirin, Zaid bin al-Asham, Ubaidah as-Silmani, an-Nakho’i, Al-Hakim, asy-Sya’bi, Ahmad, dll.
10. Malik berkata : Apabila tempat nya tidak memungkinkan kecuali dengan berdiri maka tidak mengapa kencing berdiri, jika tidak maka makruh hukumnya. Sejumlah ulama berpendapat bahwa kencing berdiri makruh kecuali dengan udzur (alasan). Makruh di sini bermakna tanzih bukan tahrim. Karena itulah ada riwayat dari Anas, Ali bin Abi Thalib dan Abu Hurairoh Radhiyallahu ‘anhum tentang kencing berdiri. Namun Ibnu Mas’ud dan Ibrahim bin Sa’d memakruhkannya. Bahkan Ibrahim tidak memperbolehkan kesaksian seorang yang kencing berdiri.
Ibnul Mundzir berkata: kencing dengan duduk lebih kusukai, walau berdiri tidak mengapa. Semua ini valid datangnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.