Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.” (HR. Ibnu Majah)
Disebutkan dalam hadits lain, dari Abu Hurairah radhiallahuanhu bahwa beliau shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Jiwa orang mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi.” (HR. Tirmidzi no.1078).Menurut al-Iraqiy, maksud dari jiwanya menggantung yaitu, “Urusannya masih ditangguhkan, tidak ada keputusan hukum baginya yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa hutangnya tersebut lunas atau tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/529)
Jangan sampai hutang yang tidak terlunasi menyebabkan keputusan di akhirat masih ditangguhkan. Dan pada akhirnya harus dibayar dengan amalan kebaikan. Dari Ibnu Umar radhiallahuanhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu dinar atau satu dirham, akan dibayar (dengan diambilkan) dari kebaikannya; karena di sana tidak ada lagi dinar dan tidak (pula) dirham.” (HR. Ibnu Majah)
Bagaimana jika mati syahid dan masih membawa hutang? Dari Abu Qatadah radhiallahuanhu bahwasanya Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam pernah berdiri di tengah-tengah para shahabat, lalu beliau mengingatkan mereka bahwa jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling afdhal. Kemudian berdirilah seorang shababat, lalu bertanya.
“Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka jawab Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam kepadanya, “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar dalam mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Kecuali hutang, karena sesungguhnya Jibril menyampaikan hal itu kepadaku.” (HR. Muslim no.1885)
Dalam hadits lain disebutkan, Dari Abdillah bin Amr bin al Ash, Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim no.1886)
Keutamaan orang yang mati syahid adalah terampuni semua dosanya, akan tetapi hanya sebab hutang sampai-sampai ia harus tertahan untuk mendapatkan ampunan dari Allah dan memasuki surga. Begitu
dahsyatnya
perkara hutang ini.
Selain itu, orang yang masih menyisakan hutang tidak dishalatkan. Dari Salamah bin al Akwa ra, beliau berkata, “Kami duduk di sisi Nabi shalallaahu ‘alaihi wassalam lalu didatangkanlah satu jenazah. Beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para shahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para shahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shalallaahu ‘alaihi wassalam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan jenazah lainnya. Para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Iya” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas (para shahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.”
Lalu beliau menshalati jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, para shababat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Mereka menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?”Mereka menjawab, “Ada, 3 dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah shahabat kalian ini!” Lantas Abu Qatadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyalatinya.” (HR. Bukhari no.2289)
Hutang harus dilunasi, karena jika tidak dilunasi makan statusnya sebagai pencuri. Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410). Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181). Ibnu Majah membawakan hadits di atas pada Bab “Barangsiapa berhutang dan berniat tidak ingin melunasinya.”
Ibnu Majah juga membawakan riwayat lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan menghancurkan dirinya.” (HR. Bukhari no. 18 dan Ibnu Majah no. 2411). Di antara maksud hadits ini adalah barangsiapa yang mengambil harta manusia melalui jalan hutang, lalu dia berniat tidak ingin mengembalikan hutang tersebut, maka Allah pun akan menghancurkannya.
Berhati-hatilah dengan hutang, catatlah setiap transaksi hutang agar tidak terjadi masalah dikemudian hari. Jika nantinya sebelum hutang terlunasi ternyata yang bersangkutan meninggal dunia, maka ahli waris ataupun walinya dapat mengetahui dan membantu melunasinya. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Kalau punya hutang, berniatlah untuk segera melunasinya. Karena Allah akan membantu untuk melimpahkan rizqinya jika kita berniat untuk bersegera melunasi hutamg. Dari Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Allah akan bersama (member pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasinya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah, ad-Darimi dan al-Baihaqi)
Selain itu, orang yang masih menyisakan hutang tidak dishalatkan. Dari Salamah bin al Akwa ra, beliau berkata, “Kami duduk di sisi Nabi shalallaahu ‘alaihi wassalam lalu didatangkanlah satu jenazah. Beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para shahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para shahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shalallaahu ‘alaihi wassalam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan jenazah lainnya. Para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Iya” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas (para shahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.”
Lalu beliau menshalati jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, para shababat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Mereka menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?”Mereka menjawab, “Ada, 3 dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah shahabat kalian ini!” Lantas Abu Qatadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyalatinya.” (HR. Bukhari no.2289)
Hutang harus dilunasi, karena jika tidak dilunasi makan statusnya sebagai pencuri. Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410). Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181). Ibnu Majah membawakan hadits di atas pada Bab “Barangsiapa berhutang dan berniat tidak ingin melunasinya.”
Ibnu Majah juga membawakan riwayat lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan menghancurkan dirinya.” (HR. Bukhari no. 18 dan Ibnu Majah no. 2411). Di antara maksud hadits ini adalah barangsiapa yang mengambil harta manusia melalui jalan hutang, lalu dia berniat tidak ingin mengembalikan hutang tersebut, maka Allah pun akan menghancurkannya.
Berhati-hatilah dengan hutang, catatlah setiap transaksi hutang agar tidak terjadi masalah dikemudian hari. Jika nantinya sebelum hutang terlunasi ternyata yang bersangkutan meninggal dunia, maka ahli waris ataupun walinya dapat mengetahui dan membantu melunasinya. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Kalau punya hutang, berniatlah untuk segera melunasinya. Karena Allah akan membantu untuk melimpahkan rizqinya jika kita berniat untuk bersegera melunasi hutamg. Dari Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Allah akan bersama (member pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasinya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah, ad-Darimi dan al-Baihaqi)